Meraih al Qalb as Salim… Bukan Hati yang Hitam Legam Bagaikan Gelas yang Terbalik

 Meraih al Qalb as Salim… Bukan Hati yang Hitam Legam Bagaikan Gelas yang Terbalik

Oleh: Febry Suprapto

Marilah kita jaga hati agar tetap bersih dengan melakukan pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (TQS. Asy-Syu’ara’ [26] : 88-89).

Wajib bagi setiap mukmin untuk membersihkan hatinya dari berbagai hawa nafsu yang dapat merusak kepribadiannya. Demikian pula menjaga lisan dan perbuatannya dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia dan mungkar.

Ibnu Qayyim rahimahullāh berkata: “al-qalb as-salim adalah hati yang bersih dari kesyirikan, kebencian, kedengkian, keirihatian, kekikiran, kesombongan, kecintaan pada dunia dan kekuasaan. Serta bersih dari semua nafsu yang bertentangan dengan firman-Nya Bersih dari semua syubhat (ketidakjelasan) yang bertentangan dengan sunnahnya. Bersih dari semua kehendak yang menandingi kehendak-Nya, dan bersih dari semua pemutus yang memutus hubungannya dengan Allah.”

Rasulullah SAW pernah bersabda: Fitnah (dosa) akan datang menyambangi hati dengan berturut-turut secara bergantian. Maka hati mana saja yang dimasukinya akan terdapat titik hitam, dan hati mana saja yang mengingkarinya maka terdapat titik putih. Hingga ahirnya adalah dua hati. Pertama, hati yang putih bersih seperti batu yang licin dan mengkilap. Hati seperti ini tidak akan bisa dipengaruhi oleh fitnah (dosa) selama ada langit dan bumi (selamanya). Kedua, hati yang hitam legam bagaikan gelas yang terbalik (tumpah). Hati seperti ini tidak mengenal kebaikan (Islam) dan tidak mengingkari kemungkaran kecuali hanya mengenal nafsu yang masuk kedalamnya. (HR. Muslim)

Jika jiwa ini merenungkan apa yang ada di hadapannya dan mengingat hak dan kewajibannya, niscaya kesedihan akan mengirimkan darah dinginnya. Tidak kah layak menangis orang yang lama bermaksiat: siang harinya bergelimang dengan kemaksiatan sehingga ia pasti akan lama juga kerugiannya. Malamnya dia terbenam dalam kesalahan, sehingga pastilah ringan timbangan kebaikannya, sementara di hadapannya telah siap menerkam berbagai siksaannya. (Ibnu al Jauzi dlm al mawaizh)

Ada sekelompok orang sahabat Nabi yang dikenal dengan julukan al-Bakkaa’uun (orang-orang yang selalu menangis. Pada saat Nabi SAW sibuk mempersiapkan perang tabuk, mereka datang menemui Nabi SAW untuk meminta kendaraan yang bisa digunakan untuk berangkat jihad ke Tabuk. Namun pada saat itu persediaan sudah habis.

Rasulpun berkata: “Aku tidak menemukan kendaraan untuk membawa kalian.”

Maka mereka pulang sambil memalingkan muka. Mata mereka bercucuran air mata. Mereka bersedih karena tidak bisa berinfaq dan tidak bisa berangkat jihad bersama Rasulallah saw. [Sirah Nabawiyah: Ibn Hisyam, 2:518]

Allah tidak saja menginginkan seorang muslim membersihkan dirinya dari segala kemaksiatan pribadi. Tetapi juga menghendaki agar seorang muslim bisa melepaskan diri dari sistem kehidupan yang penuh dengan kemungkaran. Karena kerusakan masyarakat saat ini yang terjadi di semua sektor, hakikatnya diciptakan oleh sistem yang rusak. Bukan sekadar ditimbulkan oleh penyimpangan perilaku individu.

Karenanya, hendaknya kita taat kepada Allah SWT dalam seluruh perintah dan larangan-Nya. Ketaatan adalah pangkal dari keberkahan dan kemuliaan hidup. Sedangkan pembangkangan hanya akan mengantarkan kepada kesempitan hidup dan mafsadat yang besar.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *